Contoh Cerpen Horor tentang Kuntilanak - Pagi yang cerah di iringi dengan suara kicau menyanyi.
Langkah yang begitu kuat untuk bisa mencapai tujuan. Kebersamaan antara tawa dan
canda menjadi pemanis dalam sebuah perjalanan. Senyum yang begitu lebar ketika
aku sudah hampir sampai pada tujuan.
Melihat tujuan dengan tangan di atas mata dan terlihat rumah kepala suku sudah dan sudah semakin dekat. Kami di sambut dengan baik dan dipersilahkan untuk masuk. Kami duduk bersama dan di berikan sebuah minuman penghilang dahaga.
Melihat tujuan dengan tangan di atas mata dan terlihat rumah kepala suku sudah dan sudah semakin dekat. Kami di sambut dengan baik dan dipersilahkan untuk masuk. Kami duduk bersama dan di berikan sebuah minuman penghilang dahaga.
“Di sini adalah desa yang sangat keramat, saya harap kalian
jangan membuat rusuh ketika di sini, karena akibatnya akan jatuh kepada kalian
sendiri”, ungkap kepala suku memberikan arahan kepada kami.
“Iya pak, kami boleh tahu apa yang tidak boleh kami lakukan
dan yang boleh kami lakukan. Semua itu untuk keselamatan kami bersama”,
ungkapku kepada kepala suku.
“Jangan pernah keluar malam-malam sendirian ketika di hutan
tersebut. kalian juga tidak di bolehkan untuk merusak tumbuhan atau apa yang
ada di hutan tersebut. Yang intinya kalian harus bisa bersikap dan menghargai
para penduduk hutan yang mungkin tidak bisa kalian lihat”, ungkap kepala suku.
“Iya pak, kami minta doanya, semoga dalam perkemahan kami
kali ini, di beri keselamatan”, ungakapku kepada kepala suku.
“Iya saya doakan, dan saya juga memberi restu kalian untuk
berkemah di hutan tersebut, selagi kalian tidak merusaknya”, ungkap kepala
suku.
Kami berdiri dan kemudian berpamitan kepada kepala suku yang
ada di desa ini. Aku dan 5 orang temanku hendak ke hutan untuk segera
mendirikan tenda. Aku dan teman-temanku ingin bercengrama dengan alam, sehingga
bisa memberikan sebuah kepuasan dan hiburan batin.
Memang hutan ini cukup menyeramkan dan menakutkan, konon ada
banyak orang yang tersesat dan mati di dalam hutan ini ketika kemah, dan kami
akan membuktikan bahwa mitos tersebut tidak benar.
Aku dan temanku berjalan terus masuk ke hutan, aku
membersihkan rumput-rumput liar untuk kami berjalan dan membuka jalur jalan.
Sebenarnya sudah ada jalur, tetapi karena mungkin sudah lama tidak pernah di lewati sehingga jalurnya sudah tertutup kembali.
Hingga pada suatu ketika aku menemukan sebuah ular di jalan. Aku membiarkan ular tersebut karena ular tersebut juga tidak mengganggu.
Hingga pada suatu ketika aku menemukan sebuah ular di jalan. Aku membiarkan ular tersebut karena ular tersebut juga tidak mengganggu.
Aku berjalan lagi sampai mendapatkan tempat yang tepat dan
strategis untuk ku dirikan tenda. “Masih jauh enggak Li”, ungkap Firman
kepadaku. “Enggak tau ini, kita cari aja terus lahan yang enak untuk mendirikan
tenda”, ungkapku kepada Firman.
Aku berjalan terus dan berada di urutan baris paling depan.
Sementara Firman, Deni, Rijal, Andri, dan Riko, berjalan di belakangku.
Tampak sedikit lelah terlihat dari wajah mereka, tetapi mereka tidak mengeluh sama sekali dan tetap semangat untuk terus berjalan. Kami semua berjalan dengan tenang dan tanpa suara atau gunjingan.
Tampak sedikit lelah terlihat dari wajah mereka, tetapi mereka tidak mengeluh sama sekali dan tetap semangat untuk terus berjalan. Kami semua berjalan dengan tenang dan tanpa suara atau gunjingan.
Hingga tidak terasa kami berjalan sampai di tengah-tengah
hutan, tetapi aku tidak juga menemukan tempat yang pas untuk ku dirikan tenda.
Sementara itu teman-temanku sudah begitu lelah. Dengan muka yang sayup Andri
berkata,”Istirahat dulu lah, capek”, ungkapnya dan langsung menjatuhkan
tubuhnya dan duduk.
Aku dan teman-teman yang lain juga mengikutinya beristirahat
untuk sejenak dan mengisi tenaga kami. Temanku mengeluarkan air untuk kami
minum. Firman mengambil minum terrsebut dan kemudian meminumnya.
Terlihat muka yang begitu lelah berubah menjadi segar kembali setelah meminum air tersebut. Setelah itu Firman memberikan minumnya untukku, dan aku meminumnya, dan spontan tubuhku kembali segar.
Terlihat muka yang begitu lelah berubah menjadi segar kembali setelah meminum air tersebut. Setelah itu Firman memberikan minumnya untukku, dan aku meminumnya, dan spontan tubuhku kembali segar.
Lalu aku memberikan minumnya kepada Deni, dan selanjutnya
kepada Rijal. Hingga akhirnya Riko dan Andri menjadi peminum air yang terakhir.
“Kita berjalan lagi ke arah depan, sampai tempat yang
strategis di ketemukan. Bila tempat yang strategis tidak di ketemukan, maka
terpaksa kita pakai lahan seadanya, yang terpentig bagaimana pintar-pintarnya
kita dalam memanfaatkan lahan yang seadanya tersebut”, ungkapku.
“Iya”, ungkap temanku mendengarkan arahan yang aku berikan. “Hari
sudah mulai sore, ayo kita berjalan lagi sebelum datangnya malam”, ungkapku
kepada teman-temanku.
Mereka berdiri dan kemudian berkata,”Ayok”. Aku dan temanku
mulai berjalan untuk mencari tempat yang mudah untuk di drikan tenda. Dengan
penuh semangat aku terus berjalan hingga tempat yang kami inginkan benar-benar
di ketemukan.
Setelah 1 jam berjalan, akhirnya kami menemukan tempat yang
tepat untuk di dirikan tenda. Tempanya datar, dan juga cukup luas, cukuplanh untuk
kita membuat api unggun dan 2 buah tenda. Kami meletakan tenda yang begitu
berat ini, dan kemudian membukanya.
Aku dan teman-temanku mulai membentangkan tenda, dan
kemudian menancapkan sisi-sisi ujug besinya ke tanah. Aku juga mengikat tali
tenda ke pohon yang fungsinya untuk memperkuat tenda. Sehingga tidak akan
ambruk meski terkena angin yang kencang.
Malam sudah tiba, sedang tenda dan sebuah makanan ringan
pengganjal perut sudah di sediakan. Kini tinggal menanti indahnya malam di
tengah hutan. Tentunya akan terasa indah sekali, karena di sini tidak ada
polusi, dan tidak ada pula kendaraan besar yang sangat menggangu kuping kami.
Kami menghidupkan api unggun unntuk mengusir binatang buas
yang mungkin mendekat dan sebagai penerangan. Terlebih dahulu aku menata
kayunya dan kemudian menyiramnya dengan minyak tanah. Dan, leb..!, api menjalar
ke kayu yang sudah ku susun dengan rapi.
Tidak lupa kami juga mengeluarkan sebuah tremos kecil untuk
kami menyeduh kopi di malam ini. Mula-mala aku menata gelasnya dan kemudian
memasukkan bubuk kopi dan gula setelah itu di sedu dengan air panas.
Aroma sudah tercium dan begitu nikmat ketika sampai hidung. Aku menyuguhkan minuman hangat tersebut kepada teman-temanku. “Ngopi dulu dong”, ungkapku kepada termanku. “Wah enak ini”, ungkap Firman dan mengambil minuman kopi yang aku bawa.
Aroma sudah tercium dan begitu nikmat ketika sampai hidung. Aku menyuguhkan minuman hangat tersebut kepada teman-temanku. “Ngopi dulu dong”, ungkapku kepada termanku. “Wah enak ini”, ungkap Firman dan mengambil minuman kopi yang aku bawa.
Sementara itu teman-temanku yang lainya juga mengambilnya
dan kami mminum bersama. Begitu nikmat hidup di tengah hutan ditemani dengan
kehangatan luar dan dalam. Tiba-tiba Riko berdiri dan hendak pergi dari tempat
perkemahan. “Mau kemana Ko”, ungkap Firman. “Buang air sebentar”, ungkap Riko
dan kemudian pergi.
Sementara itu aku dan temaku yang lain melanjutkan menkmati
api unggun dan segelas kopi. Setelah 1 jam berlalu teman-temanku terlihat mulai
begitu gelisah, seperti ingin buang ari kecil.
“Kita buang air kecil dulu ya”, ungkap Rijal, Firman, Andre,
Deni.
“Yah beser apa gimana, ya sudah sana jangan lama-lama tapi”,
ungkapku kepada mereka.
Aku terus menikmati kopiku dan api unggun yang menyala-nyala.
Hingga begitu lama teman-temanku belum juga kembali, sedang aku sendirian
menunggu tenda di sini. “Dimana si anak-anak”, ungkap hati kecil yang berbisik.
Dua jam sudah aku menunggu tetapi mereka tidak juga datang.
Hingga aku memutuskan untuk mencari mereka. Setelah aku berjalan dan menemukan
mereka, mereka sudah terkapar dengan begitu mengenaskan.
Mulutnya mengeluarkan darah, sementara itu aku begitu panik karena teman-temanku sudah dalam keadaan tak bernyawa semua. kini aku sendiri di hutan ini, aku berlari kembali ke perkemahan dan masuk.
Mulutnya mengeluarkan darah, sementara itu aku begitu panik karena teman-temanku sudah dalam keadaan tak bernyawa semua. kini aku sendiri di hutan ini, aku berlari kembali ke perkemahan dan masuk.
Tiba-tiba ada kuntilanak di dalam perkemahan tersebut dan
mencekikku. Aku tidak bisa bernapas, hingga akhirnya aku tidak bisa melihat
apa-apa lagi. Dan dunia sudah tidak terlihat karena gelap.
---
oOo ---