Thursday, August 29, 2019

Malamku yang Sunyi tanpa Cinta

Tugassekolahku, cerpen cinta remaja, "Malamku yang Sunyi tanpa Cinta". Perlahan matahari berlalu ke barat. Menyembunyikan sinar nya, seolah ia lelah menyinari bumi ini. Malam kembali tiba, kenangan itu pun ikut tiba. Kenangan tentang seorang pria yang dulu begitu aku kagumi.


Kenangan seorang pria yang dulu selalu ada untukku. Selalu menyemangati ku, memperhatikan ku, dan juga selalu memberikan senyuman nya untukku.

Aku terbaring diatas tempat tidur ku. Pandanganku menatap kearah langit-langit kamar ku. Sulit sekali rasanya untuk memejamkan mata. Setiap aku mencoba memejamkan mata ini.

Bayangan itu selalu muncul dan mengganggu pikiranku. Saat aku sedang dilanda kegalauan, tiba-tiba seseorang mengetuk pintu rumahku.

“tok..tok..tok.. Assalamu’alaikum”.
Aku pun beranjak dari tempat tidurku dan berjalan menuju pintu.

“Wa’alaikumsallam” jawabku sembari membukakan pintu.
“Mbak meli, ini dapet undangan pernikahan”
“Ha? Siapa yang nikah mas?”

“Ngga tau coba liat aja mba”
“Oh, iya deh mas. Makasih ya mas”
“iya mba, yaudah kalo gitu saya pamit ya mba. Assalamu’alaikum”.
“Iya mas. Wa’alaikumsallam”.

Kubaca perlahan surat undangan pernikahan itu, dan betapa terkejutnya aku melihat nama mempelai pria disurat undangan itu. Rendi Aditya, itulah nama mempelai pria diundangan itu.

Dunia seperti berhenti berputar, badanku terasa lemas, seperti ada sesuatu yang menusuk jantungku. Perih sekali rasanya. Baru beberapa menit yang lalu bayangan wajahnya datang menghantui, sekarang surat undangan pernikahannya lah yang datang. Kenapa dia setega ini padaku? Apa sebenarnya kesalahanku sampai dia harus menghukumku seperti ini?.

Aku berjalan menuju kamarku. Ada sesuatu yang terasa ingin keluar dari mataku. Aku berusaha menahan dan membendungnya. Tapi tetap saja, bendunganku tidak cukup kuat. Perlahan sesuatu itu keluar dari ujung mataku. Menetes membasahi pipi.

Aku terbaring lemas, rasanya tubuhku sudah tidak punya tenaga lagi untuk melakukan apa-apa. Dalam rasa sakit akupun terlelap. Berharap semoga esok masih ada kebahagiaan yang tersisa untukku.

Matahari kembali terbit, bersiap memberikan sinar hangatnya untuk bumi. Aku terbangun dari lelap tidur kesedihanku. Belum sempat aku beranjak dari tempat tidurku, bayangan itu sudah datang lagi menghantui.

Seolah membelenggu dan menghalangi setiap langkahku. Meski rasanya berat sekali, tetap saja kucoba untuk bangkit dari tempat tidurku. Dengan senyum yang kupaksakan, akhirnya aku memulai hari ku dengan sebuah kesedihan. Lemas sekali rasanya. Hariku terasa begitu hampa dan kosong.

Aku duduk termenung diruang tamu. Kuambil surat undangan pernikahan yang kudapat semalam. Hatiku bimbang sekali. Apakah aku harus datang menghadiri pernikahan seseorang yang begitu aku sayangi.

Apakah aku cukup kuat melihat seorang pria yang begitu aku sayangi meminang wanita lain. Membuka pintu gerbang kehidupan baru bersama wanita lain. Membuka lembar baru untuk mengukir kisah bersama wanita lain.

Ketika sedang termenung dalam kesedihan, tiba-tiba Seli datang kerumahku. Dia mengajak ku untuk menghadiri pernikahan Rendi.

“Hey mel, kok loe belum siap-siap sih? Ayo buruan. Akad nikahnya Rendi udah mau mulai ini”, ucap Seli. “Iya sel tau, tapi gue enggak yakin mau dateng. Gue enggak yakin bakal bisa kuat ngelihat dia nikah sama cewek lain”.

“Loe sayang sama Rendi kan? Kenapa loe harus sedih ngeliat dia bahagia coba?”
“Iya si sel. Tapi cewe mana si yang rela ngeliat cowo yang disayangi nikah sama cewe lain? Gue tau cinta itu ngga harus memiliki, tapi gue ngerasa ngga rela kalo dia harus nikah sama cewe lain.”

“Yaudah deh terserah lo aja mel. Gue tunggu 15 menit. Kalo lo masih belom siap-siap dan lo masi ngga mau berubah pikiran gue berangkat sendiri aja.”

Aku terdiam mendengar ucapan seli. Aku masih termenung dalam kegalauan. Ingin sekali rasanya menangis, tapi aku merasa malu dengan seli. Sebenarnya siapa yang jahat.

Rendi yang meninggalkan aku untuk wanita lain, atau aku yang egois karena memaksakan kehendak Rendi. Aku benar-benar sayang dengan rendi, aku sangat yakin kalau aku tidak perlu menghadiri pernikahannya. Lagi pula dia sudah tidak membutuhkanku.

Meski pikiran ku mendoktrinku diriku untuk tidak menghadiri pernikahannya, entah kenapa hati ku merasa aku harus datang. Aku harus melihat langsung moment paling bahagia dari orang yang sangat aku cintai. Akhirnya aku pun beranjak dari tempat dudukku.

“Udah 15 menit nih. Gue berangkat ya” ucap seli.
“Eh tunggu sel. Tunggu 10 menit lagi. Gue siap siap dulu”.
“Nah… gitu dong. Itu baru namanya temen”.
“Iya iya. Tungguin ya”.

Aku pun pergi ke kamar mandi dan bersiap untuk menghadiri pernikahan Rendi.  Sekitar 10 menit seli menunggu, akhirnya kami pun siap berangkat. Dengan mobil merah milik seli, kami berdua berangkat menghadiri acara pernikahan Rendi.

Sekitar 30 menit perjalanan, kami tiba juga di acara pernikahan Rendi. Beruntung acara akad nikahnya belum dimulai. Setibanya disana aku dan seli langsung mencari tempat duduk yang dirasa paling nyaman untuk melihat acara ini berlangsung.

Tidak lama kami duduk menunggu, keluarlah pasangan mempelai pria dan wanita. Rendi menggunakan jaz hitam dan juga sebuah peci. Begitu gagah dan tampan. Tidak seperti sebelumnya, dia nampak begitu dewasa. Begitu karismatik dan gagah.

Aku merasa kalau aku benar-benar tidak salah menjatuhkan hatiku kepada seorang Rendi. Meski pada akhirnya aku harus merasakan sakit yang begitu dalam. Belum berhenti aku mengagumi Rendi, acara akad nikahnya sudah dimulai.  

“Saya terima nikahnya Mega Anggraini binti Sutrisno, dengan seperangkat alat sholat dibayar tunai”.

Mendengar kalimat itu keluar dari Rendi, air mataku pun jatuh lagi. Tapia da sesuatu yang berbeda kali ini. Perlahan bibirku mulai tersenyum. Meski orang bilang tidak mungkin bisa bahagia melihat orang yang disayangi bahagia dengan orang lain, tapi kali ini akulah orang pertama yang paling bahagia melihat Rendi bahagia.

Mungkin ini lah rasa sayang yang sesungguhnya. Rasa sakit yang aku rasakan semalam seperti hilang dihapus oleh air mata ini. Aku tidak begitu mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Tapi satu hal yang pasti, aku tersenyum dalam tangisku untuk seorang yang begitu aku sayangi. Terimakasih Rendi Aditya.

---oOo---

Malamku yang Sunyi tanpa Cinta Rating: 4.5 Diposkan Oleh: Unknown