Cerita Rakyat - Legenda Batu Betajuk. Semoga rekan tidak bosan dengan cerita rakyat ya, karena kali ini kita juga akan membahas masalah cerita rakyat. Kali ini tentang legenda yaitu legenda batu betajuk. Mau tahu bagaimana jalan ceritanya, simak selengkapnya berikut ini.
UNDUH CERITA RAKYAT
Legenda Batu BetajukCerita ini berawal di sebuah sungai kecil, dimana ada seorang gadis sedang mandi sambil mencuci pakaian, namun disayangkan pakaian sang hanyut terbawa arus ke hilir sungai. Akhirnya sang gadis memutuskan mengikuti arus sungai untuk mencari pakaian nya yang hanyut itu.
Di hilir sungai ketika itu ada seorang pemuda yang sedang memancing ikan, sangat disayangkan bukan ikan yang terkait di kail pancingan sang pemuda, namun tak lain adalah sehelai pakaian hanyut. Keheranan sang pemuda pun muncul, sambil berbicara “pakaian siapa yang terkait dikail pancingan ku ini”. masih dalam suasana keheranan , pemuda tersebut dikagetkan dari arah hulu sungai Nampak seseorang gadis sedang mencari sesuatu dialiran sungai, setelah agak dekat pemuda itu menyapa. “apakah engkau mencari pakaian ini ?”, “benar, pakaian itu yang saya cari” jawab sang gadis. Pemuda tersebut memberikan pakaian yang menyangkut dikail pancingannya itu kepada sang gadis. “terimah kasih, telah menemukan pakaian ku” ucap gadis itu, “sama-sama, pakaian itu tadi tersangkut di kail saya tanpa sengaja” jawab pemuda itu.
Dari sini perkenalan mereka dimulai, “saya Bujana dari kampung kanari” kata pemuda, “saya Lailena gadis dari kampung Kayu Sebatang” balas sang gadis. Dari perkenalan ini, ada timbul perasaan di antara mereka, namun tidak mereka ungkapkan.
Selang 5 malam sejak pertemuan Bujana dengan Lailena. Bujana rindu dan ingin sekali bertemu Lailena lagi. Akhirnya dia putuskan untuk mencari Lailena di Kayu Sebatang. Keesokan harinya Bujana akhirnya menemukan rumah orang tua Lailena. Namun Lailena masih malu-malu dengan kehadiran Bujana.
71 hari berlalu, hubungan Bujana dan Lailena semakin dekat. Dan sudah ingin melanjutkan ke ijab-kabul. Dari orang tua Lailena mereka mendapatkan restu, tapi sangat di sayangkan tidak mendapatkan restu dari orang tua Bujana. Karena keluarga Lailena berasal dari keluarga yang tak mampu, dan sangat berbeda jauh dengan keluarga Bujana yang berasal datri keluarga yang kaya raya.
Niat Bujana ingin membawa istrinya kerumah orang tuanya ditolak oleh orang tuanya. Dengan demikian mereka tinggal di rumah orang tua Lailena.
Setelah menjalani hidup bersama, Bujana merasa tidak kerasan, karena dia tidak terbiasa hidup miskin. Akhirnya timbul pertengkaran, dan ketika itu Lailena mengandung delapan (8) bulan Laili. Bujana berkata “Saya tidak akan terus hidup bersama kamu, kalau begini terus”, “dari dulu kami memang miskin, tetapi kenapa kamu mau, bukan kah kamu mau menerima kami apa adanya” jawab Lailena. Bujana membalas kata-kata Lailena, “ Dahulu dan sekarang tidak bakalan sama”.
Akhirnya Bujana merantau ke kota yang cukup besar. Disana Bujana menetap dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan Bujana diangkat diangkat menjadi anak oleh pemilih bekerjanya yang juga orang kaya-raya dan bahkan dijadikan anak tertua. Namun dengan kebusukan hati Bujana, ia menghamili Raisan anak pemilik tempatnya bekerja. Karena tak ingin menanggung malu Bujana akhirnya dinikahkan dengan Raisan. Dari pernikahan Bujana dengan anak orang kaya ini lahir lah seorang anak laki-laki yang bernama Kumala. Umur Laili dengan Kumala terpaut 3 tahun.
Setelah Laili sudah dewasa, ia memutuskan pamit dengan ibunya untuk merantau ke kota. Laili tidak tahu kalau kota yang ia rantaui juga kota bapak nya. Dan Laili juga tanpa sengaja mendapatkan pekerjaan di tempat bapaknya. Semenjak Laili bekerja disana, Kumala selalu mendekati Laili. Dahulunya Laili tiadak punya hati dengan Kumala, karena Laili ingat pesan ibunya “janganlah mencari suami yang kaya-raya karena berakibat seperti ibu”. Namun lambat laun Laili akhirnya timbul perasaan kepada Kumala. Pada saat itu mereka tidak tahu kalu Laili adalah adik Kumala. Laili dan Kumala pun pada akhirnya menjalin hubungan.
Taatkala Laili ingin pulang ke kampung halaman, Kumala tidak setuju, “kalau kamu ingin pulang ke kampung mu, aku juga harus ikut”. Laili dan Kumala pergi bersama ke kampung Laili Desa Kayu Sebatang.
Ketika mereka tiba di rumah Laili. Ibu Laili heran dan bertanya kepada Laili “Siapa kah dia ?”, namun bukan Laili yang menjawab, melaikan Kumala “Saya Kumala, calon suami Laili”. Laili heran kenapa Kumala berkata seperti itu kepada Ibu Laili. Setelah pertemuan itu Kumala pulang ke kota, untuk memenuhi persayaratan ibu Laili “apabila kamu sudah bisa mencari uang dengan keringat kamu sendiri, kamu boleh menikahi anak saya”.
2 Tahun kemudian, Kumala kembali lagi menemui Laili dengan membawa seperangkat alat sholat dan satu lingkaran emas sebagai emas kawin untuk meminang Laili. Ibu Laili bertanya kepada Kumala “apakah ini hasil keringat kamu sendiri, buka ?”, Kumala menjawab “saya bersumpah ini hasil tetesan keringat saya sendiri”. Ibu Laili memberikan restu dan setuju, Laili pun setuju, Karena, Ibu Laili berkata “Kumala tidak seperti ayah kamu, yang selama ini mengandalkan harta orang tuanya”.
Kumala kembali ke kota untuk menghadap bapanya, ingin menyampaikan bahwa ia ingin meminang Laili. Ayah Kumala juga ikut setuju. Kemudia ditetapkan lah hari Jum’at setelah selesai Sholat Jum’at sebegai hari pernikahan mereka. Kumala sudah ada di rumah Laili sebelum hari pernikahan mereka.
Hari pernikahan Laili dan Kumala telah tiba, undangan telah berdatangan, begitu juga Alibi orang yang menjadi penghulu dalam pernikahan mereka. Sebelum ijab-kabul dilaksanakan, Kumala meminta untuk menunggu kedatangan bapak dan ibunya dari kota.
Tak beberapa lama kemudian, bapak dan ibu Kumala tiba. Kumala berkata “ini bapak saya”. Ibu Laili bertanya kepada Bapak Kumala yang juga bapak Laili “Kemana kamu selama ini ?”, ayah mereka pun heran dan menjawab “Kumala itu anak ku”. “Pernikahan ini harus di batalkan” teriak Ibu Laili.
Laili dan Kumala tidak bisa menerima kenyataan. Bahwa mereka adalah saudara satu darah. Laili akhinya berlari ke sungai tempat ibu dan bapaknya pertama kali bertemu. Di situ Laili duduk, dan berguma “Kalau saya tidak dinikahkan dengan Kumala, saya bersumpah lebih baik saya jadi batu dari pada tidak dinikahkan”. Laili termakan sumpahnya sendiri, jadilah ia seperti batu yang menyerupai orang berpakaian perang, Yang sekarang ini lebih dikenal dengan Batu Bertajuk. Dan Kumala lari ke belakang rumah dengan arah lain, Kumala juga bersumpah “lebih baik saya menjadi binatang, dari pada menikahi kakak saya sendiri”. Kumala menjelma menjadi seekor ular yang berwarna hitam.
Di hilir sungai ketika itu ada seorang pemuda yang sedang memancing ikan, sangat disayangkan bukan ikan yang terkait di kail pancingan sang pemuda, namun tak lain adalah sehelai pakaian hanyut. Keheranan sang pemuda pun muncul, sambil berbicara “pakaian siapa yang terkait dikail pancingan ku ini”. masih dalam suasana keheranan , pemuda tersebut dikagetkan dari arah hulu sungai Nampak seseorang gadis sedang mencari sesuatu dialiran sungai, setelah agak dekat pemuda itu menyapa. “apakah engkau mencari pakaian ini ?”, “benar, pakaian itu yang saya cari” jawab sang gadis. Pemuda tersebut memberikan pakaian yang menyangkut dikail pancingannya itu kepada sang gadis. “terimah kasih, telah menemukan pakaian ku” ucap gadis itu, “sama-sama, pakaian itu tadi tersangkut di kail saya tanpa sengaja” jawab pemuda itu.
Dari sini perkenalan mereka dimulai, “saya Bujana dari kampung kanari” kata pemuda, “saya Lailena gadis dari kampung Kayu Sebatang” balas sang gadis. Dari perkenalan ini, ada timbul perasaan di antara mereka, namun tidak mereka ungkapkan.
Selang 5 malam sejak pertemuan Bujana dengan Lailena. Bujana rindu dan ingin sekali bertemu Lailena lagi. Akhirnya dia putuskan untuk mencari Lailena di Kayu Sebatang. Keesokan harinya Bujana akhirnya menemukan rumah orang tua Lailena. Namun Lailena masih malu-malu dengan kehadiran Bujana.
71 hari berlalu, hubungan Bujana dan Lailena semakin dekat. Dan sudah ingin melanjutkan ke ijab-kabul. Dari orang tua Lailena mereka mendapatkan restu, tapi sangat di sayangkan tidak mendapatkan restu dari orang tua Bujana. Karena keluarga Lailena berasal dari keluarga yang tak mampu, dan sangat berbeda jauh dengan keluarga Bujana yang berasal datri keluarga yang kaya raya.
Niat Bujana ingin membawa istrinya kerumah orang tuanya ditolak oleh orang tuanya. Dengan demikian mereka tinggal di rumah orang tua Lailena.
Setelah menjalani hidup bersama, Bujana merasa tidak kerasan, karena dia tidak terbiasa hidup miskin. Akhirnya timbul pertengkaran, dan ketika itu Lailena mengandung delapan (8) bulan Laili. Bujana berkata “Saya tidak akan terus hidup bersama kamu, kalau begini terus”, “dari dulu kami memang miskin, tetapi kenapa kamu mau, bukan kah kamu mau menerima kami apa adanya” jawab Lailena. Bujana membalas kata-kata Lailena, “ Dahulu dan sekarang tidak bakalan sama”.
Akhirnya Bujana merantau ke kota yang cukup besar. Disana Bujana menetap dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Bahkan Bujana diangkat diangkat menjadi anak oleh pemilih bekerjanya yang juga orang kaya-raya dan bahkan dijadikan anak tertua. Namun dengan kebusukan hati Bujana, ia menghamili Raisan anak pemilik tempatnya bekerja. Karena tak ingin menanggung malu Bujana akhirnya dinikahkan dengan Raisan. Dari pernikahan Bujana dengan anak orang kaya ini lahir lah seorang anak laki-laki yang bernama Kumala. Umur Laili dengan Kumala terpaut 3 tahun.
Setelah Laili sudah dewasa, ia memutuskan pamit dengan ibunya untuk merantau ke kota. Laili tidak tahu kalau kota yang ia rantaui juga kota bapak nya. Dan Laili juga tanpa sengaja mendapatkan pekerjaan di tempat bapaknya. Semenjak Laili bekerja disana, Kumala selalu mendekati Laili. Dahulunya Laili tiadak punya hati dengan Kumala, karena Laili ingat pesan ibunya “janganlah mencari suami yang kaya-raya karena berakibat seperti ibu”. Namun lambat laun Laili akhirnya timbul perasaan kepada Kumala. Pada saat itu mereka tidak tahu kalu Laili adalah adik Kumala. Laili dan Kumala pun pada akhirnya menjalin hubungan.
Taatkala Laili ingin pulang ke kampung halaman, Kumala tidak setuju, “kalau kamu ingin pulang ke kampung mu, aku juga harus ikut”. Laili dan Kumala pergi bersama ke kampung Laili Desa Kayu Sebatang.
Ketika mereka tiba di rumah Laili. Ibu Laili heran dan bertanya kepada Laili “Siapa kah dia ?”, namun bukan Laili yang menjawab, melaikan Kumala “Saya Kumala, calon suami Laili”. Laili heran kenapa Kumala berkata seperti itu kepada Ibu Laili. Setelah pertemuan itu Kumala pulang ke kota, untuk memenuhi persayaratan ibu Laili “apabila kamu sudah bisa mencari uang dengan keringat kamu sendiri, kamu boleh menikahi anak saya”.
2 Tahun kemudian, Kumala kembali lagi menemui Laili dengan membawa seperangkat alat sholat dan satu lingkaran emas sebagai emas kawin untuk meminang Laili. Ibu Laili bertanya kepada Kumala “apakah ini hasil keringat kamu sendiri, buka ?”, Kumala menjawab “saya bersumpah ini hasil tetesan keringat saya sendiri”. Ibu Laili memberikan restu dan setuju, Laili pun setuju, Karena, Ibu Laili berkata “Kumala tidak seperti ayah kamu, yang selama ini mengandalkan harta orang tuanya”.
Kumala kembali ke kota untuk menghadap bapanya, ingin menyampaikan bahwa ia ingin meminang Laili. Ayah Kumala juga ikut setuju. Kemudia ditetapkan lah hari Jum’at setelah selesai Sholat Jum’at sebegai hari pernikahan mereka. Kumala sudah ada di rumah Laili sebelum hari pernikahan mereka.
Hari pernikahan Laili dan Kumala telah tiba, undangan telah berdatangan, begitu juga Alibi orang yang menjadi penghulu dalam pernikahan mereka. Sebelum ijab-kabul dilaksanakan, Kumala meminta untuk menunggu kedatangan bapak dan ibunya dari kota.
Tak beberapa lama kemudian, bapak dan ibu Kumala tiba. Kumala berkata “ini bapak saya”. Ibu Laili bertanya kepada Bapak Kumala yang juga bapak Laili “Kemana kamu selama ini ?”, ayah mereka pun heran dan menjawab “Kumala itu anak ku”. “Pernikahan ini harus di batalkan” teriak Ibu Laili.
Laili dan Kumala tidak bisa menerima kenyataan. Bahwa mereka adalah saudara satu darah. Laili akhinya berlari ke sungai tempat ibu dan bapaknya pertama kali bertemu. Di situ Laili duduk, dan berguma “Kalau saya tidak dinikahkan dengan Kumala, saya bersumpah lebih baik saya jadi batu dari pada tidak dinikahkan”. Laili termakan sumpahnya sendiri, jadilah ia seperti batu yang menyerupai orang berpakaian perang, Yang sekarang ini lebih dikenal dengan Batu Bertajuk. Dan Kumala lari ke belakang rumah dengan arah lain, Kumala juga bersumpah “lebih baik saya menjadi binatang, dari pada menikahi kakak saya sendiri”. Kumala menjelma menjadi seekor ular yang berwarna hitam.
Sumber
http://abanx-gian.blogspot.com/2012/05/cerita-rakyat-bengkulu-selatan-legenda.html